Batu Kursi di Huta Siallagan. |
Kemudian diwariskan kepada Raja Hendrik Siallagan dan seterusnya hingga keturunan Raja Ompu Batu Ginjang Siallagan. Huta Siallagan sejak dahulu dihuni marga Siallagan, yaitu turunan Raja Naiambaton garis keturunan dari Raja Isumbaon anak kedua Raja Batak. Keturunan Raja Siallagan sekarang masih berdiam di seputaran Desa Ambarita dan beberapa makam keturunannya pun bisa ditemukan di tempat ini.
Pembangunan Huta Siallagan ini dilakukan secara gotong royong atas prakarsa raja huta yang pertama yakni Raja Laga Siallagan. Pembangunan huta yang menggunakan batu-batu besar disusun bertingkat menjadi sebuah tembok besar yang kelak menjadi benteng dan diatasnya ditanami bambu (bagi orang Batak, bambu memiliki multi guna sebagaimana suku bangsa Indonesia yang lain).
Dahulu, untuk membangun rumah adat Batak, juga dilakukan dengan cara gotong royong mengangkut kayu dari hutan atau ladang keluarga, kemudian mendirikannya sesuai bentuk dan aturan pendirian rumah adat Batak.
Di kampung ini terdapat 8 unit rumah batak berumur ratusan tahun yang memiliki fungsi yang berbeda. Berfungsi sebagai rumah raja dan keluarga dan ada sebagai tempat pemasungan. Ada sebuah Pohon yang sangat besar dan sudah berumur ratusan tahun tentunya sejak adanya perkampungan Siallagan ini.
Tepat dibawah pohon besar, terdapat batu-batu berbentuk kursi yang mengelilingi meja batu. Ini lah yang disebut Batu Persidangan. Inilah jejak sistem peradilan di Samosir. Tempat untuk mengadili para pelaku kejahatan atau pelanggar hukum adat.
Ada 2 lokasi batu persidangan, pertama yang dibawah Pohon besar tadi, ini adalah tempat rapat untuk menentukan apakah orang yang diadili benar bersalah atau tidak, yang Kedua tidak beberapa jauh dari lokasi pertama adalah Batu Persidangan untuk mengeksekusi orang yang benar-benar terbukti bersalah, dan tentunya adalah hukuman Pancung atau potong kepala. (sumber:int)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar